Yodha Media Indonesia - Pernyataan kontroversial PJ Bupati Bogor yang mengaitkan rendahnya Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dengan keberadaan pondok pesantren terus menuai pro dan kontra.
Ketua Serikat Islam (SI) Kabupaten Bogor, Miad Mulyadi, menegaskan bahwa pernyataan tersebut harus dikaji lebih dalam agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
Pasalnya ia menilai hal itu sebagai bentuk penyederhanaan masalah yang keliru dan berbahaya.
Pandangan Ketua SI Saat Menghadiri Undangan Pertemuan dengan PJ.Bupati : "Saya Tidak Bisa Membenarkan atau Menyalahkan"
Dalam pertemuan yang menghadirkan tokoh agama, masyarakat, dan pegiat pesantren, Mulyadi menyatakan bahwa saat menghadiri undangan PJ Bupati, dirinya tidak dalam posisi menyalahkan atau membenarkan pernyataan tersebut.
"Saat forum berlangsung, saya tidak mendapatkan penjelasan yang gamblang dan tegas dari PJ Bupati mengenai pernyataannya di media. Sehingga, saya sendiri tidak memahami secara pasti apa maksud dari pernyataan tersebut," kata Mulyadi.
Ia menjelaskan bahwa jika memang pernyataan tersebut didasarkan pada data bahwa santri tidak memiliki kontribusi kuantitatif terhadap indeks pendidikan dan pembangunan manusia, maka hal itu harus dikaji lebih dalam.
Pesantren Berkontribusi Besar, Harus Ada Pengakuan Resmi!
Menurut Mulyadi, banyak santri yang menempuh pendidikan selama lima hingga sepuluh tahun di pesantren, mendalami kitab-kitab keislaman, namun tidak diakui dalam sistem pendidikan formal. Hal ini karena belum adanya upaya konkret untuk mengonversi kurikulum pesantren ke dalam sistem pendidikan nasional.
"Jika ini yang menjadi persoalan, maka solusi yang harus dilakukan adalah mencari cara agar pesantren memiliki kontribusi yang diakui secara formal dalam peningkatan RLS, bukan justru menyalahkannya," ujarnya.
Pesantren Bukan Biang Kerok, Tapi Pilar Pendidikan!
Dalam pernyataan resminya, Miad Mulyadi dengan tegas menolak anggapan bahwa pesantren menjadi penyebab rendahnya RLS di Kabupaten Bogor.
Ia menegaskan bahwa pesantren telah lama menjadi pilar penting dalam pendidikan Indonesia, membentuk karakter dan moral generasi muda.
"Mengaitkan rendahnya RLS dengan pesantren adalah bentuk ketidaktahuan yang fatal! Santri yang belajar di pesantren memperoleh ilmu dan nilai moral yang tinggi, meskipun banyak dari mereka tidak masuk dalam sistem pendidikan formal," ujar Miad dengan nada geram.
Ia menekankan bahwa pesantren bukan sekadar tempat mengaji, tetapi juga mencetak pemimpin, ulama, dan intelektual yang berkontribusi bagi bangsa.
"Jika pemerintah hanya melihat angka RLS tanpa memahami substansi pendidikan di pesantren, maka itu adalah kesalahan besar!" tambahnya.
Bupati Diminta Tak Asal Bicara, Data Harus Jelas!
Miad Mulyadi juga menyoroti bahwa pernyataan PJ Bupati hanya akan menciptakan stigma negatif terhadap pesantren. Menurutnya, sebelum membuat klaim semacam itu, pemerintah seharusnya memiliki data yang akurat dan memahami faktor kompleks yang memengaruhi pendidikan di Kabupaten Bogor.
"Masalah pendidikan itu luas, jangan hanya menyalahkan pesantren! Akses pendidikan, kualitas pengajaran, dan dukungan pemerintah juga perlu dievaluasi. Jika hanya pesantren yang disalahkan, itu jelas bentuk pengalihan isu!" tegasnya.
Serukan Dialog, Bukan Stigma!
Sebagai solusi, Miad Mulyadi menyerukan adanya dialog antara pemerintah dan pihak pesantren agar masalah pendidikan bisa diselesaikan secara bersama-sama.
"Pemerintah harus membuka ruang komunikasi dengan pesantren, bukan malah menuding tanpa dasar. Jika ingin meningkatkan kualitas pendidikan, mari kita bahas solusi nyata, bukan sekadar menyalahkan!" ujarnya.
Dengan kritik tajam ini, Mulyadi berharap agar pemerintah lebih bijak dalam menyampaikan pernyataan publik serta lebih menghargai peran pesantren dalam membangun bangsa.
Ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama memperbaiki sistem pendidikan tanpa merusak citra lembaga yang telah berkontribusi besar bagi masyarakat.
Rencana Aksi Masyarakat Bogor Selatan: Desak PJ Bupati Dicopot, Mulyadi Sarankan Dialog!
Ketua Serikat Islam (SI) Kabupaten Bogor, Miad Mulyadi, turut menanggapi rencana aksi ini. Menurutnya, tuntutan masyarakat untuk menarik kembali atau mengganti PJ Bupati merupakan hak mereka sebagai warga negara. Namun, ia menyarankan agar semua pihak dapat lebih mengedepankan dialog.
"Saya memahami keresahan masyarakat, tetapi alangkah baiknya jika kita bisa duduk bersama kembali dan meminta penjelasan secara detail dari PJ Bupati. Ini bisa menjadi bahan kajian dan evaluasi bagi kita semua," ujar Mulyadi.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat, khususnya anggota Serikat Islam, tidak mudah terprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan yang irasional. Menurutnya, segala permasalahan bisa diselesaikan dengan cara yang lebih elegan melalui komunikasi dan musyawarah.
"Pimpinan Ormas Islam Harus Tegak Lurus!"
Selain itu, Mulyadi juga mengimbau kepada para pimpinan ormas Islam agar tetap tegak lurus dalam menyampaikan kebenaran dan fokus pada inti permasalahan. Ia berharap agar perbedaan pendapat ini tidak berujung pada perpecahan di tengah masyarakat.
"Kita harus cermat dalam merespons situasi ini. Jangan sampai kita terjebak dalam provokasi yang bisa memperkeruh keadaan. Fokus pada solusi dan bagaimana kita bisa memperbaiki sistem pendidikan tanpa harus saling menyalahkan," pungkasnya.